Guru vs Gaya Kepemimpinan Kepala sekolah
Guru vs Gaya Kepemimpinan Kepala sekolah
Banyak guru hanya pasrah ketika menghadapi perilaku over dari kepala sekolahnya, atau bete, uring-uringan, dan marah-marah sendiri. Guru seperti ini perlu diberi pencerahan dengan pemahaman tentang kepemimpinan. Pengetahuan ini berguna dalam mengejar prestasi dan membaguskan kinerja, sehingga mereka dapat menjaga diri terhadap kemungkinan yang paling buruk.
Sebab, jika mereka berhadapan dengan gaya kepemimpinan termasuk problem based leadership (Rhenald Kasali, 2007), maka kepala sekolah ini mempunyai beberapa ciri kepemimpinan yang kurang positif. Dalam keseharian menjalankan tugasnya, kepala sekolah ini suka mencari-cari kesalahan bawahannya. Ia tipe orang cenderung menghukum, atau setidak-tidaknya kelewat sering memberi teguran. Baik itu berupa nota dinas, atau memo. Ia adalah kepala sekolah yang kurang menghargai kemampuan bawahannya. Akibatnya, sering terlalu banyak menghabiskan energi untuk mengatasi sendiri hal-hal yang seharusnya bisa diselesaikan oleh bawahannya.
Kepala sekolah dengan gaya problem based leadership cenderung tidak merangsang bawahannya untuk berpikir sendiri. Bawahan jadi malas berpikir memberi solusi setiap muncul permasalahan. Alih-alih sering mengadukan kinerja teman sejawatnya alias tumbak-cucukan, sehingga semua persoalan berat atau enteng, dan pekerjaan strategis akan selalu dikembalikan pada atasan mereka. Ini pun dilakukan oleh bawahan bukan tanpa alasan. Mereka melakukannya sebagai tindakan menyelamatkan diri, berjaga-jaga demi menghindari hukuman atau teguran yang akan dijatuhkan ke dirinya, jika terjadi kesalahan. Untuk itu, atasanlah yang dipaksa harus berpikir seorang diri menyelesaikan masalah, biarpun persoalannya hanya sepele.
Gambaran keadaan demikian, tidak ditemui oleh guru-guru di sekolah yang kepalanya menganut gaya kepemimpinan oleh Rhenald Kasali (2007) dinamakan solution based leadership. Di sini semua orang baik atasan maupun bawahan adalah co-learners, menjadi rekan belajar. Ide-ide positif akan diakses oleh siapapun, tidak mempedulikan siapa yang melahirkannya. Mereka, guru-guru dan kepala sekolahnya, senantiasa memelihara suasana bekerja dalam kesetaraan dan respek. Atasan memberikan contoh kepada semua warga sekolah, cenderung mencari solusi, bukan membesar-besarkan kesalahan yang dilakukan oleh siapapun.
Karena berorientasi pada solusi, maka semua orang sibuk bekerja sama, berefleksi, dan melakukan terobosan-terobosan. Boleh dikatakan, jarang sekali kepala sekolah memberikan surat teguran. Yang ada justeru pujian, lesan atau tertulis, yang diberikan sebagai penghargaan atas prestasi-prestasi bawahannya. Ini bukan berarti atasan tabu memberikan peringatan terhadap kesalahan yang dilakukan oleh bawahan. Namun, cara menangani bawahan yang melakukan kesalahan akan jatuh pada hitungan solusi menang-menang.
Bagaimana dengan kepala sekolah Anda
dikutip dari :
https://masedlolur.wordpress.com/
Komentar